Analisis Dampak Lingkungan
(di Indonesia,
dikenal dengan nama AMDAL) adalah kajian mengenai dampak besar dan
penting suatu usaha dan/atau kegiatan yang direncanakan pada lingkungan hidup yang diperlukan bagi proses
pengambilan keputusan tentang penyelenggaraan usaha dan/atau kegiatan di Indonesia. AMDAL ini dibuat saat perencanaan
suatu proyek yang diperkirakan akan memberikan pengaruh terhadap lingkungan
hidup di sekitarnya. Yang dimaksud lingkungan hidup di sini adalah aspek
abiotik, biotik dan kultural. Dasar hukum AMDAL di Indonesia adalah Peraturan Pemerintah
No. 27 Tahun 2012 tentang “Izin Lingkungan Hidup” yang merupakan pengganti PP
27 Tahun 1999 tentang Amdal.
FUNGSI AMDAL
Pada waktu yang lampau,
kebutuhan manusia akan sumber alam belum begitu besar karena jumlah manusianya
sendiri masih relatif sedikit, di samping itu intensitas kegiatannya juga tidak
besar. Pada saat-saat itu perubahan-perubahan pada lingkungan oleh aktifitas
manusia masih dalam kemampuan alam untuk memulihkan diri secara alami. Tetapi
aktifitas manusia makin lama makin besar sehingga menimbulkan perubahan
lingkungan yang besar pula. Pada saat inilah manusia perlu berfikir apakah
perubahan yang terjadi pada lingkungan itu tidak akan merugikan manusia.
Manusia perlu memperkirakan apa yang akan terjadi akibat adanya kegiatan oleh
manusia itu sendiri.
AMDAL (Analisis Mengenai
Danpak Lingkungan) merupakan alat untuk merencanakan tindakan preventif
terhadap kerusakan lingkungan yang mungkin akan ditimbulkan oleh suatu
aktifitas pembangunan yang direncanakan.
Undang-undang No. 4 Tahun 1982
Pasal 1 menyatakan : “Analisis mengenai dampak lingkungan adalah hasil studi
mengenai dampak suatu kegiatan yang direncanakan terhadap lingkungan hidup,
yang diperlukan bagi proses pngambilan keputusan”.
AMDAL harus dilakukan untuk
proyek yang diperkirakan akan menimbulkan dampak penting, karena ini memang
yang dikehendaki baik oleh Peraturan Pemerintah maupun oleh Undang-undang,
dengan tujuan agar kualitas lingkungan tidak rusak karena adanya proyek-proyek
pembangunan. Oleh karena itu pemilik proyek atau pemrakarsa akan melanggar
perundangan bila tidak menyusun AMDAL, semua perizinan akan sulit didapat dan
di samping itu pemilik proyek dapat dituntut dimuka pengadilan. Keharusan
membuat AMDAL merupakan cara yang efektif untuk memaksa para pemilik proyek
memperhatikan kualitas lingkungan, tidak hanya memikirkan keuntungan proyek
sebesar mungkin tanpa memperhatikan dampak lingkungan yang timbul. Dampak dari
suatu kegiatan, baik dampak negatif maupun dampak positif harus sudah
diperkirakan sebelum kegiatan itu dimulai. Dengan adanya AMDAL, pengambil
keputusan akan lebih luas wawasannya di dalam melaksanakan tugasnya. Karena di
dalam suatu rencana kegiatan, banyak sekali hal-hal yang akan dikerjakan, maka
AMDAL harus dapat membatasi diri, hanya mempelajari hal-hal yang penting bagi
proses pengambilan keputusan.
AMDAL ini sangat penting bagi
negara berkembang khususnya Indonesia, karena Indonesia sedang giat
melakasanakan pembangunan, dan untuk melaksanakan pembangunan maka lingkungan
hidup banyak berubah, dengan adanya AMDAL maka perubahan tersebut dapat
diperkirakan. Dampak kegiatan terhadap lingkungan hidup dapat berupa dampak
positif maupun dampak negatif, hampir tidak mungkin bahwa dalam suatu kegiatan
/ pembangunan tidak ada dampak negatifnya. Dampak negatif yang kemungkinan timbul harus sudah diketahui sebelumnya
(dengan MDAL), di samping itu AMDAL juga membahas cara-cara untuk menanggulangi
/ mengurangi dampak negatif. Agar supaya jumlah masyarakat yang dapat ikut
merasakan hasil pembangunan meningkat, maka dampak positif perlu dikembangkan
di dalam AMDAL.
Fungsi :
- Bahan bagi perencanaan pembangunan wilayah
- Membantu proses pengambilan keputusan tentang kelayakan lingkungan hidup dari rencana usaha dan/atau kegiatan
- Memberi masukan untuk penyusunan disain rinci teknis dari rencana usaha dan/atau kegiatan
- Memberi masukan untuk penyusunan rencana pengelolaan dan pemantauan lingkungan hidup
- Memberi informasi bagi masyarakat atas dampak yang ditimbulkan dari suatu rencana usaha dan atau kegiatan
- Awal dari rekomendasi tentang izin usaha
- Sebagai Scientific Document dan Legal Document
- Izin Kelayakan Lingkungan
Analisis Mengenai Dampak Lingkungan
(AMDAL) pertama kali diperkenalkan pada tahun oleh National Environmental
Policy Act di Amerika Serikat. Menurut UU No. 32/2009 tentang Perlindungan
dan Pengelolaan Lingkungan Hidup dan PP No. 27/1999 tentang Analisis
Mengenai Dampak Lingkungan Hidup, AMDAL adalah kajian mengenai dampak
besar dan penting suatu usaha dan/atau kegiatan yang direncanakan pada
lingkungan hidup yang diperlukan bagi proses pengambilan keputusan tentang
penyelenggaraan usaha dan/atau kegiatan. Dalam Peraturan Pemerintah No. 27
tahun 1999, disebutkan bahwa AMDAL merupakan kajian mengenai dampak besar
dan penting untuk pengambilan keputusan suatu usaha dan/atau kegiatan yang
direncanakan pada lingkungan hidup yang diperlukan bagi proses pengambilan
keputusan tentang penyelenggaraan usaha dan/atau kegiatan. AMDAL
didefinisikan sebagai kajian mengenai dampak besar dan penting suatu usaha
dan atau kegiatan yang direncanakan pada lingkungan hidup yang diperlukan
bagi proses pengambilan keputusan tentang penyelenggaraan
usaha/kegiatan. Bentuk hasil kajian AMDAL berupa dokumen AMDAL terdiri
dari lima dokumen, yaitu:
a. Dokumen Kerangka Acuan Analisis
Dampak Lingkungan Hidup (KAANDAL).
KA-ANDAL adalah suatu dokumen yang
berisi tentang ruang lingkup serta kedalaman kajian ANDAL. Ruang lingkup
kajian ANDAL meliputi penentuan dampak-dampak penting yang akan dikaji
secara lebih mendalam dalam ANDAL dan batas-batas studi ANDAL, sedangkan
kedalaman studi berkaitan dengan penentuan metodologi yang akan digunakan
untuk mengkaji dampak. Penentuan ruang lingkup dan kedalaman kajian ini
merupakan kesepakatan antara Pemrakarsa Kegiatan dan Komisi Penilai AMDAL
melalui proses yang disebut dengan proses pelingkupan.
b. Dokumen Analisis Dampak Lingkungan
Hidup (ANDAL).
ANDAL adalah dokumen yang berisi
telaahan secara cermat terhadap dampak penting dari suatu rencana
kegiatan. Dampak-dampak penting yang telah diidentifikasi di dalam dokumen
KAANDAL kemudian ditelaah secara lebih cermat
dengan menggunakan metodologi yang telah disepakati. Telaah ini bertujuan untuk menentukan besaran dampak. Setelah besaran dampak diketahui, selanjutnya dilakukan penentuan sifat penting dampak dengan cara membandingkan besaran dampak terhadap kriteria dampak penting yang telah ditetapkan oleh pemerintah. Tahap kajian selanjutnya adalah evaluasi terhadap keterkaitan antara dampak yang satu dengan yang lainnya. Evaluasi dampak ini bertujuan untuk menentukan dasar-dasar pengelolaan dampak yang akan dilakukan untuk meminimalkan dampak negatif dan memaksimalkan dampak positif.
dengan menggunakan metodologi yang telah disepakati. Telaah ini bertujuan untuk menentukan besaran dampak. Setelah besaran dampak diketahui, selanjutnya dilakukan penentuan sifat penting dampak dengan cara membandingkan besaran dampak terhadap kriteria dampak penting yang telah ditetapkan oleh pemerintah. Tahap kajian selanjutnya adalah evaluasi terhadap keterkaitan antara dampak yang satu dengan yang lainnya. Evaluasi dampak ini bertujuan untuk menentukan dasar-dasar pengelolaan dampak yang akan dilakukan untuk meminimalkan dampak negatif dan memaksimalkan dampak positif.
c. Dokumen Rencana Pengelolaan
Lingkungan Hidup (RKL).
Mengendalikan dan menanggulangi dampak
penting lingkungan hidup yang bersifat negatif serta memaksimalkan dampak
positif yang terjadi akibat rencana suatu kegiatan. Upaya-upaya tersebut
dirumuskan berdasarkan hasil arahan dasar-dasar pengelolaan dampak yang
dihasilkan dari kajian ANDAL.
d. Dokumen Rencana Pemantauan Lingkungan
Hidup (RPL).
RPL adalah dokumen yang memuat
program-program pemantauan untuk melihat perubahan lingkungan yang
disebabkan oleh dampak-dampak yang berasal dari rencana kegiatan. Hasil
pemantauan ini digunakan untuk mengevaluasi efektifitas upaya-upaya
pengelolaan lingkungan yang telah dilakukan, ketaatan pemrakarsa terhadap
peraturan lingkungan hidup dan dapat digunakan untuk mengevaluasi akurasi
prediksi dampak yang digunakan dalam kajian ANDAL.
e. Dokumen Ringkasan Eksekutif
Ringkasan Eksekutif adalah dokumen yang
meringkas secara singkat dan jelas hasil kajian ANDAL. Hal-hal yang perlu
disampaikan dalam ringkasan eksekutif biasanya adalah uraian secara
singkat tentang besaran dampak dan sifat penting dampak yang dikaji di
dalam ANDAL dan upaya-upaya pengelolaan dan pemantuan lingkungan hidup
yang akan dilakukan untuk mengelola dampak-dampak tersebut.
Hal–hal yang dikaji dalam proses AMDAL
adalah aspek fisik-kimia, ekologi, sosial-ekonomi, sosial budaya, dan
kesehatan masyarakat sebagai pelengkap studi kelayakan suatu rencana usaha
dan/atau kegiatan. Analisis mengenai dampak lingkungan hidup di satu sisi
merupakan bagian studi kelayakan untuk melaksanakan suatu rencana usaha
dan/atau kegiatan, di sisi lain merupakan syarat yang harus dipenuhi untuk
mendapatkan izin melakukan usaha dan/atau kegiatan. Berdasarkan analisis
ini dapat diketahui secara lebih jelas dampak besar dan penting
terhadap lingkungan hidup, baik dampak negatif maupun dampak positif yang
akan timbul dari usaha dan/atau kegiatan sehingga dapat dipersiapkan langkah
untuk menanggulangi dampak negatif dan mengembangkan dampak
positif. Untuk mengukur atau menentukan dampak besar dan penting tersebut
di antaranya digunakan kriteria mengenai :
a. Besarnya jumlah manusia yang akan
terkena dampak rencana usaha dan/atau kegiatan.
b. Luas wilayah penyebaran dampak.
c. Intensitas dan lamanya dampak
berlangsung.
d. Banyaknya komponen lingkungan hidup
lain yang akan terkena dampak.
e. Sifat kumulatif dampak.
f. Berbalik (reversible) atau tidak
berbaliknya (irreversible) dampak.
Dasar dari diadakannya AMDAL adalah (PP
27/1999 dan PP 51/1993), pembangunan berkelanjutan, kegiatan yg menimbulkan
dampak perlu dianalisa sejak awal perencanaan untuk langkah pengendalian dampak
negatif dan pengembangan dampak positif, AMDAL diperlukan untuk proses
pengambilan keputusan dalam pelaksanaan kegiatan yang menimbulkan dampak, AMDAL
bagian dari kegiatan studi kelayakan rencana usaha/kegiatan, komponen AMDAL
meliputi Kerangka Acuan (KA), ANDAL, RKL, RPL. Menurut PP No. 27/1999 Pasal 3
ayat 1, usaha dan/atau kegiatan yang kemungkinan dapat menimbulkan dampak besar
dan penting terhadap lingkungan hidup meliputi :
a. Pengubahan bentuk lahan dan bentang
alam.
b. Eksploitasi sumber daya alam baik
yang terbaharui maupun yang tak terbaharu.
c. Proses dan kegiatan yang secara
potensial dapat menimbulkan pemborosan, pencemaran dan kerusakan
lingkungan hidup, serta kemerosotan sumber daya alam dalam pemanfaatannya.
d. Proses dan kegiatan yang hasilnya
dapat mempengaruhi lingkungan alam, lingkungan buatan, serta lingkungan
sosial dan budaya.
e. Proses dan kegiatan yang hasilnya
akan dapat mempengaruhi pelestarian kawasan konservasi sumber daya
dan/atau perlindungan cagar budaya.
f. Introduksi jenis tumbuh-tumbuhan,
jenis hewan, dan jenis jasad renik.
Tujuan secara umum AMDAL adalah menjaga
dan meningkatkan kualitas lingkungan serta menekan pencemaran sehingga
dampak negatifnya menjadi serendah mungkin. Dengan demikian AMDAL
diperlukan bagi proses pengambilan keputusan tentang pelaksanaan rencana kegiatan
yang mempunyai dampak terhadap lingkungan hidup.
AMDAL sebagai alat pengelolaan
lingkungan hidup, bertujuan untuk menghindari dampak, meminimalisasi dampak,
dan melakukan mitigasi/kompensasi dampak. AMDAL sebagai “environmental safe
guard” bermanfaat untuk pengembangan wilayah, sebagai pedoman pengelolaan
lingkungan, pemenuhan prasyarat utang (loan), dan rekomendasi dalam proses
perijinan. Prinsip-prinsip AMDAL antara lain:
a. AMDAL bagian integral dari Studi
Kelayakan Kegiatan Pembangunan.
b. AMDAL bertujuan menjaga keserasian
hubungan antara berbagai kegiatan agar dampak dapat diperkirakan sejak awal
perencanaan.
c. AMDAL berfokus pada analisis: Potensi
masalah, Potensi konflik, Kendala sumber daya alam, Pengaruh kegiatan sekitar
terhadap proyek.
d. Dengan AMDAL, pemrakarsa dapat
menjamin bahwa proyeknya bermanfaat bagi masyarakat, aman terhadap
lingkungan.
Agar pelaksanaan AMDAL berjalan efektif
dan dapat mencapai sasaran yang diharapkan, pengawasannya dikaitkan dengan
mekanisme perijinan. Peraturan pemerintah tentang AMDAL secara jelas menegaskan
bahwa AMDAL adalah salah satu syarat perijinan, dimana para pengambil
keputusan wajib mempertimbangkan hasil studi AMDAL sebelum memberikan ijin
usaha/kegiatan. AMDAL digunakan untuk mengambil keputusan tentang penyelenggaraan/pemberian
ijin usaha dan/atau kegiatan.
Prosedur pelaksanaan AMDAL menurut PP.
No. 27 tahun 1999 adalah sebagai berikut.
- ANDAL (Analisis Dampak Lingkungan Hidup) adalah telaah cermat dan mendalam dampak besar dan penting suatu rencana usaha/kegiatan.
- RKL (Rencana Pengelolaan Lingkungan Hidup) adalah upaya penanganan dampak besar dan penting terhadap lingkungan hidup yang diakibatkan dari rencana usaha/kegiatan.
- RPL (Rencana Pemantauan Lingkungan Hidup) adalah upaya pemantauan komponen lingkungan hidup yang terkena dampak besar dan penting akibat rencana usaha/kegiatan.
- Komisi Penilai adalah komisi yang menilai dokumen AMDAL.
Komisi Penilai AMDAL terdiri dari:
a. Ketua Komisi
Ketua Komisi dijabat oleh Deputi untuk
Komisi penilai AMDAL Pusat, Kepala BAPEDALDA atau pejabat lain yang
ditugasi mengendalikan dampak lingkungan hidup di tingkat propinsi untuk
Komisi Penilai AMDAL Propinsi, Kepala BAPEDALDA atau pejabat lain yang
ditugasi mengendalikan dampak lingkungan hidup di tingkat Kabupaten/Kota.
b. Sekretaris Komisi.
Sekretaris Komisi dijabat oleh seorang
pejabat yang menangani AMDAL baik dari Pusat maupun Daerah (Propinsi dan
Kabupaten/Kota).
c. Anggota Komisi
Anggota Komisi terdiri dari: wakil
instansi/dinas teknis yang mewadahi kegiatan yang dikaji, wakil daerah,
ahli di bidang lingkungan hidup, ahli di bidang yang berkaitan dengan
rencana kegiatan yang dikaji, wakil masyarakat, wakil organisasi
lingkungan, dan anggota lain yang dianggap perlu.
Prosedur AMDAL terdiri dari:
a. Proses penapisan (screening) wajib
AMDAL
Proses penapisan atau kerap juga disebut
proses seleksi wajib AMDAL adalah proses untuk menentukan apakah suatu
rencana kegiatan wajib menyusun AMDAL atau tidak. Di Indonesia, proses
penapisan dilakukan dengan sistem
penapisan satu langkah. Ketentuan apakah suatu rencana kegiatan perlu menyusun dokumen AMDAL atau tidak dapat dilihat pada Keputusan Menteri Negara LH Nomor 17 Tahun 2001 tentang Jenis Rencana Usaha dan/atau Kegiatan yang Wajib dilengkapi dengan AMDAL.
penapisan satu langkah. Ketentuan apakah suatu rencana kegiatan perlu menyusun dokumen AMDAL atau tidak dapat dilihat pada Keputusan Menteri Negara LH Nomor 17 Tahun 2001 tentang Jenis Rencana Usaha dan/atau Kegiatan yang Wajib dilengkapi dengan AMDAL.
b. Proses pengumuman
Setiap rencana kegiatan yang diwajibkan untuk membuat AMDAL wajib mengumumkan rencana kegiatannya kepada masyarakat sebelum pemrakarsa melakukan penyusunan AMDAL. Pengumuman dilakukan oleh instansi yang bertanggung jawab dan pemrakarsa kegiatan. Tata cara dan bentuk pengumuman serta tata cara penyampaian saran, pendapat dan tanggapan diatur dalam Keputusan Kepala BAPEDAL Nomor 08/2000 tentang Keterlibatan Masyarakat dan Keterbukaan Informasi dalam Proses AMDAL.
Setiap rencana kegiatan yang diwajibkan untuk membuat AMDAL wajib mengumumkan rencana kegiatannya kepada masyarakat sebelum pemrakarsa melakukan penyusunan AMDAL. Pengumuman dilakukan oleh instansi yang bertanggung jawab dan pemrakarsa kegiatan. Tata cara dan bentuk pengumuman serta tata cara penyampaian saran, pendapat dan tanggapan diatur dalam Keputusan Kepala BAPEDAL Nomor 08/2000 tentang Keterlibatan Masyarakat dan Keterbukaan Informasi dalam Proses AMDAL.
c. Proses pelingkupan (scoping)
Pelingkupan merupakan suatu proses awal
(dini) untuk menentukan lingkup permasalahan dan mengidentifikasi dampak
penting (hipotetis) yang terkait dengan rencana kegiatan. Tujuan
pelingkupan adalah untuk menetapkan batas wilayah studi, mengidentifikasi
dampak penting terhadap lingkungan, menetapkan tingkat kedalaman studi,
menetapkan lingkup studi, menelaah kegiatan lain yang terkait dengan
rencana kegiatan yang dikaji. Hasil akhir dari proses pelingkupan
adalah dokumen KA-ANDAL. Saran dan masukan masyarakat harus menjadi
bahan pertimbangan dalam proses pelingkupan.
d. Penyusunan dan penilaian KA-ANDAL
Setelah KA-ANDAL selesai disusun,
pemrakarsa dapat mengajukan dokumen kepada Komisi Penilai AMDAL untuk
dinilai. Berdasarkan peraturan, lama waktu maksimal penilaian KA-ANDAL
adalah 75 hari di luar waktu yang dibutuhkan penyusun untuk
memperbaiki/menyempurnakan kembali dokumennya.
e. Penyusunan dan penilaian ANDAL, RKL,
dan RPL
Penyusunan ANDAL, RKL, dan RPL dilakukan
dengan mengacu pada KAANDAL yang telah disepakati (hasil penilaian Komisi
AMDAL). Setelah selesai disusun, pemrakarsa dapat mengajukan dokumen
kepada Komisi Penilai AMDAL untuk dinilai. Berdasarkan peraturan, lama
waktu maksimal penilaian ANDAL, RKL dan RPL adalah 75 hari di luar waktu
yang dibutuhkan penyusun untuk memperbaiki/menyempurnakan kembali
dokumennya.
f. Persetujuan Kelayakan Lingkungan
AMDAL DI INDONESIA
AMDAL di Indonesia diberlakukan
berdasarkan PP 51 Tahun 1993 (sebelumnya PP 29 tahun 1986) sebagai
realisasi pelaksanaan UU No. 4 tahun 1982 tentang Lingkungan Hidup yang
saat ini telah direvisi menjadi UU No. 23 tahun 1997. AMDAL merupakan
instrumen pengelolaan lingkungan yang diharapkan dapat mencegah kerusakan
lingkungan dan menjamin upaya-upaya konservasi. Hasil studi AMDAL
merupakan bagian penting dari perencanaan pembangunan proyek itu sendiri.
Sebagai instrumen pengelolaan lingkungan yang bersifat preventif,
AMDAL harus dibuat pada tahap paling dini dalam perencanaan kegiatan
pembangunan, dengan kata lain, proses penyusunan dan pengesahan AMDAL
harus merupakan bagian dari proses perijinan satu proyek. Dengan cara ini
proyek-proyek dapat disaring seberapa jauh dampaknya terhadap lingkungan.
Di sisi lain studi AMDAL juga dapat memberi masukan bagi upaya-upaya untuk
meningkatkan dampak positif dari proyek tersebut. Dalam PP 51 Tahun 1993
ditetapkan empat jenis studi AMDAL, yaitu :
a. AMDAL Proyek, yaitu AMDAL yang
berlaku bagi satu kegiatan yang berada dalam kewenangan satu instansi
sektoral. Misalnya rencana kegiatan pabrik tekstil yang mempunyai
kewenangan memberikan ijin dan mengevaluasi studi AMDALnya ada pada
Departemen Perindustrian.
b. AMDAL Terpadu/Multisektoral, adalah
AMDAL yang berlaku bagi suatu rencana kegiatan pembangunan yang bersifat
terpadu, yaitu adanya keterkaitan dalam hal perencanaan, pengelolaan dan
proses produksi, serta berada dalam satu kesatuan ekosistem dan melibatkan
kewenangan lebih dari satu instansi. Sebagai contoh adalah satu kesatuan
kegiatan pabrik pulp dan kertas yang kegiatannya terkait dengan proyek
hutan tanaman industri (HTI) untuk penyediaan bahan bakunya, pembangkit
tenaga listrik uap (PLTU) untuk menyediakan energi, dan pelabuhan untuk
distribusi produksinya. Di sini terlihat adanya keterlibatan lebih dari
satu instansi, yaitu Departemen Perindustrian, Departemen
kehutanan, Departemen Pertambangan dan Departemen Perhubungan.
c. AMDAL Kawasan, yaitu AMDAL yang
ditujukan pada satu rencana kegiatan pembangunan yang berlokasi dalam satu
kesatuan hamparan ekosistem dan menyangkut kewenangan satu instansi.
Contohnya adalah rencana kegiatan pembangunan kawasan industri. Dalam
kasus ini masing-masing kegiatan didalam kawasan tidak perlu lagi membuat
AMDALnya, karena sudah tercakup dalam AMDAL seluruh kawasan.
d. AMDAL Regional, adalah AMDAL yang
diperuntukan bagi rencana kegiatan pembangunan yang sifat kegiatannya
saling terkait dalam hal perencanaan dan waktu pelaksanaan kegiatannya.
AMDAL ini melibatkan kewenangan lebih dari satu instansi, berada dalam
satu kesatuan ekosistem, satu rencana pengembangan wilayah sesuai Rencana
Umum Tata Ruang Daerah, contoh AMDAL regional adalah pembangunan kota-kota
baru.
Secara teknis instansi yang bertanggung
jawab dalam merumuskan dan memantau penyusunan amdal di Indonesia adalah
BAPEDAL. Sebagaimana diatur dalam PP 51 tahun 1993, kewenangan ini juga
dilimpahkan pada instansi-instansi sektoral serta BAPEDALDA Tingkat I.
Dengan kata lain BAPEDAL Pusat hanya menangani studi-studi amdal yang
dianggap mempunyai implikasi secara nasional. Pada tahun 1999 diterbitkan
lagi penyempurnaan ini adalah untuk memberikan kewenangan proses evaluasi
amdal pada daerah. Materi baru dalam PP ini adalah diberikannya
kemungkinan partisipasi masyarakat di dalam proses penyusunan AMDAL.
Adanya kegiatan yang dapat merusak
lingkungan berpotensi untuk memberikan Dampak Penting pada lingkungan
hidup seperti jumlah manusia yang terkena dampak, luas wilayah persebaran
dampak, intensitas dan lamanya dampak berlangsung, banyaknya komponen
lingkungan lainnya yang terkena dampak, sifat kumulatif dampak, dan
berbalik/tidak berbaliknya dampak. Kegiatan atau usaha yang memiliki
potensi dampak penting tersebut, antara lain:
a. Pengubahan bentuk lahan dan bentang
alam.
b. Eksploitasi sumber daya alam
terbaharui dan tidak terbaharui.
c. Kegiatan potensial menimbulkan
pemborosan, kerusakan, kemerosotan dalam pemanfaatannya.
d. Kegiatan yang mempengaruhi
pelestarian kawasan konservasi sumber daya alam.
e. Introduksi tumbuhan, jenis hewan, dan
jasad renik.
f. Pembuatan bahan hayati dan non
hayati.
g. Penerapan teknologi yg berpotensi
besar mempengaruhi lingkungan hidup.
h. Kegiatan resiko tinggi dan
mempengaruhi ketahanan negara.
Sebagaimana telah dievaluasi oleh banyak
pihak, proses AMDAL di Indonesia memiliki banyak kelemahan, yaitu :
a. AMDAL belum sepenuhnya terintegrasi
dalam proses perijinan satu rencana kegiatan pembangunan, sehingga tidak
terdapat kejelasan apakah amdal dapat dipakai untuk menolak atau menyetujui
satu rencana kegiatan pembangunan.
b. Proses partisipasi masyarakat belum
sepenuhnya optimal. Selama ini LSM telah dilibatkan dalam sidang-sidang komisi
AMDAL, akan tetapi suaranya belum sepenuhnya diterima didalam proses
pengambilan keputusan.
c. Terdapatnya berbagai kelemahan
didalam penerapan studi-studi AMDAL. Dengan kata lain, tidak ada jaminan bahwa
berbagai rekomendasi yang muncul dalam studi AMDAL serta Upaya Pengelolaan
Lingkungan Hidup (UKL) dan Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup (UPL) akan
dilaksanakan oleh pihak pemrakarsa. Pengertian dari UPL dan UKL adalah upaya yang
dilakukan dalam pengelolaan dan pemantauan lingkungan hidup oleh penanggung
jawab usaha dan atau kegiatan yang tidak wajib melakukan Analisis Mengenai
Dampak Lingkungan Hidup (AMDAL).
d. Masih lemahnya metode-metode
penyusunan AMDAL, khususnya aspek “sosial budaya”, sehingga kegiatan-kegiatan
pembangunan yang implikasi sosial budayanya penting, kurang mendapat kajian
yang seksama.
AMDAL merupakan teknologi pembuatan
perencanaan dan keputusan yang berasal dari barat, negara industri yang
demokratis dengan kondisi budaya dan sosial berbeda, sehingga ketika
program ini diterapkan di negara berkembang dengan kondisi budaya dan
sosiopolitik berbeda, kesulitan pun muncul. AMDAL di Indonesia telah lebih
dari 15 tahun diterapkan. Meskipun demikian berbagai hambatan atau masalah
selalu muncul dalam penerapan amdal, seperti juga yang terjadi pada
penerapan amdal di negara-negara berkembang lainnya. Hambatan tersebut
cenderung terfokus pada faktor-faktor teknis, seperti :
a. Tidak memadainya aturan dan hukum
lingkungan.
b. Kekuatan institusi.
c. Pelatihan ilmiah dan professional.
d. Ketersediaan data
Penilaian Dokumen
AMDAL
Mutu penilaian dokumen AMDAL dipengaruhi
oleh empat faktor, yakni:
a. Kompetensi teknis anggota Komisi
Penilai AMDAL.
b. Integritas anggota Komisi Penilai.
c. Tersedianya panduan penilaian dokumen
AMDAL.
d. Akuntabilitas dalam proses penilaian
AMDAL.
Dari empat faktor tersebut, integritas
penilai merupakan faktor moral yang sulit dioperasionalkan ketika
menempatkan seseorang untuk duduk di dalam keanggotaan Komisi Penilai
AMDAL. Namun demikian, faktor ini dapat efektif dikontrol dan ditegakkan
melalui tiga faktor yang lainnya, yakni peningkatan terus menerus
kompetensi teknis anggota, tersedianya panduan, prosedur dan kriteria penilaian
dokumen AMDAL yang efektif untuk digunakan, dan akuntabilitas
proses penilaian AMDAL. Tiga faktor ini merupakan faktor yang dapat terus
ditingkatkan, dikembangkan dan difasilitasi oleh pemerintah agar mutu
penilaian AMDAL meningkat secara bertahap.
Prinsip-prinsip dalam melakukan
penilaian dokumen AMDAL adalah sebagai berikut:
a. Prinsip Praktis
Mengingat banyak pihak yang telah
mengetahui AMDAL dan pernah mengikuti Kursus AMDAL, maka Pedoman ini
disusun dengan sangat mempertimbangkan unsur kepraktisan untuk para
penggunanya (kalangan pakar, akademisi, aparatur pemerintah, konsultan,
kalangan LSM dan masyarakat).
b. Prinsip Logis dan Sistematis
Mengingat dokumen AMDAL pada dasarnya
disusun menurut kaedah-kaedah ilmiah, maka kriteria dan teknik uji yang
dimuat dalam panduan ini dikembangkan berdasarkan prinsip logis dan
sistematis. Dua prinsip yang digunakan sebagai fondasi kaedah
keilmuan.
c. Prinsip Akuntabel
Mengingat hasil penilaian dokumen AMDAL
harus dapat dipertanggungjawabkan dihadapan publik, maka akuntabilitas
menjadi prinsip penting yang dikembangkan dalam panduan penilaian ini.
Siapapun yang menggunakan panduan ini akan dapat mempertanggungkan hasil
penilaiannya karena Panduan ini dikembangkan secara praktis, logis dan
sistematis.
Adapun peraturan perundang-undangan yang
dapat digunakan sebagai landasan hukum untuk penilaian substansi dokumen AMDAL
adalah sebagai berikut:
a. Keputusan Menteri Negara LH No. 2
Tahun 2000 tentang Panduan Penilaian Dokumen AMDAL.
b. Keputusan Kepala Bapedal No. 056
Tahun 1994 tentang Pedoman Mengenai Ukuran Dampak Penting.
c. Keputusan Kepala Bapedal No. 9 Tahun
2000 tentang Pedoman Penyusunan AMDAL.
d. Keputusan Kepala Bapedal Nomor 08
Tahun 2000 tentang Keterlibatan Masyarakat dan Keterbukaan Informasi dalam
Proses AMDAL.
e. Keputusan Menteri Negara LH No. 4
Tahun 2000 tentang Panduan Penyusunan AMDAL Kegiatan Pembangunan di Daerah
Lahan Basah.
f. Keputusan Kepala Bapedal No.
299/BAPEDAL/11/96 tentang Pedoman Teknis Kajian Aspek Sosial dalam AMDAL.
g. Keputusan Kepala Bapedal No.
Kep-124/12/1997 tentang Panduan Kajian Aspek Kesehatan Masyarakat dalam
AMDAL.
SUMBER :
Tidak ada komentar:
Posting Komentar