Pendahuluan
Kepentingan merupakan dasar dari
timbulnya tingkah laku individu. Individu bertingkah laku karena adanya
dorongan untuk memenuhi kepentingannya. Kepentingan ini sifatnya esensial bagi
kelangsungan hidup individu itu sendiri, jika individu berhasil memenuhi
kepentingannya, maka ia akan merasakan kepuasan dan sebaliknya kegagalan dalam
memenuhi kepentingan akan menimbilkan masalah baik bagi dirinya maupun bagi
lingkungannya.
Teori
- Perbedaan Kepentingan
Kepentingan adalah salah satu dasar dari timbulnya
tingkah laku individu. Individu bertingkah laku karena adanya drongan untuk
memenuhi kepentingannya. Kepentingan dalam hal ini bersifat esensial bagi
kelangsungan kehidupan individu itu sendiri,jika berhasil memenuhi
kebutuhannya,maka akan merasakan kepuasan dan apabila gagal dalam memenuhinya
maka akan menimbulkan masalah bagi dirinnya maupun lingkungan. Karena dalam
bertingkah laku,individu memiliki prinsip yang merupakan cara /alat dalam
memenuhi kebutuhannya,maka sebenarnya kegiatan yang dilakukan dalam masyarakat
adalah sebuah kepuasan pemenuhan dari kepentingannya. Maka dari itu,individu
mempunyai arti bahwa tidak ada ornag yang sama persis dalam aspek-aspek
pribadi,baik itu jasmani maupun rohani maka akan muncul perbedaan individu
dalam kepentingannya yang berupa :
- Kepentingan untuk memperoleh kasih sayang.
- Kepentingan untuk memperoleh harga diri.
- Kepentingan untuk memperoleh penghargaan yang sama.
- Kepentingan untuk memperoleh prestasi & posisi.
- Kepentingan untuk dibutuhkan orang lain.
- Kepentingan untuk memperoleh kedudukan dalam kelompoknya.
- Kepentingan untuk memperoleh rasa aman & perlindungan diri.
- Kepentingan untuk memperoleh kemerdekaan diri.
Pada kenyataanya,individu menunjukan ketidakmampuan ideologi dalam mewujudkan suatu idealisme yang dapat melahirkan kondisi disintegrasi/konflik,yaitu seperti adanya jarak yang terlalu besar antara harapan dan kenyataan. Perbedaan kepentingan tidak secara langsung menyebabkan terjadinya konflik,namun mempunyai beberapa fase, yaitu :
- Fase disorganisasi (terjadi kesalahpahaman)
- Fase disintegrasi (pernyataan tidak setuju)
menurut
Walter W. Martin,dkk Fase disintegrasi memiliki beberapa tahapan, yaitu:
- Tidak sepahamnya anggota kelompok tentang tujuan yang akan dicapai.
- Norma sosial yang tidak membantu dalam mencapai tujuan yang disepakati.
- Norma yang telah dihayati bertentangan satu sama lain.
- Sanksi sudah menjadi lemah.
- Tindakan anggota masyarakat sudah bertentangan dengan norma kelompok.
2.
Prasangka, Diskriminasi dan Etnosentris
- Prasangka
Prasangka
atau prejudice berasal dari kata latian prejudicium, yang pengertiannya
sekarang mengalami perkembangan sebagia berikut :
semula
diartikan sebagai suatu presenden, artinya keputusan diambil atas dasar
pengalaman yang lalu dalam bahas Inggris mengandung arti pengambilan
keputusan tanpa penelitian dan pertimbangan yagn cermat, tergesa-gesa atau
tidak matang untuk mengatakan prasangka dipersyaratkan pelibatan
unsur-unsur emosilan (suka atau tidak suka) dalam keputusan yang telah diambil
tersebut
Dalam
konteks rasial, prasangka diartikan:”suatu sikap terhadap anggota kelompok
etnis atau ras tertentu, yang terbentuk terlalu cepat tanpa suatu induksi ”.
Dalam hal ini terkandung suatu ketidakadilan dalam arti sikap yang diambilkan
dari beberapa pengalaman dan yang didengarnya, kemudian disimpulkan sebagai
sifat dari anggota seluruh kelompok etnis.
Prasangka
(prejudice) diaratikan suatu anggapan terhadap sesuatu dari seseorang bahwa
sesuatu itu buruk dengan tanpa kritik terlebih dahulu. Baha arab menyebutnya
“sukhudzon”. Orang, secara serta merta tanpa timbang-timbang lagi bahwa sesuatu
itu buruk. Dan disisi lain bahasa arab “khusudzon” yaitu anggapan baik terhadap
sesuatu.
Prasangka
menunjukkan pada aspek sikap sedangkan diskriminasi pada tindakan. Menurut
Morgan (1966) sikap adalah kecenderungan untuk merespon baik secara positif
atau negarif terhadap orang, obyek atau situasi. Sikap seseorang baru diketahui
setelah ia bertindak atau beringkah laku. Oleh karena itu bisa saja bahwa sikap
bertentangan dengan tingkah laku atau tindakan. Jadi prasangka merupakan
kecenderungan yang tidak nampak, dan sebagai tindak lanjutnya timbul tindakan,
aksi yang sifatnya realistis. Dengan demikian diskriminatif merupakan tindakan
yang relaistis, sedangkan prsangka tidak realistis dan hanya diketahui oleh
diri individu masing-masing.
Prasangka
ini sebagian bear sifatnya apriori, mendahului pengalaman sendiri (tidak
berdasarkan pengalaman sendiri), karena merupakan hasil peniruan atau
pengoperan langsung pola orang lain. Prasangka bisa diartikan suatu sikap yang
telampau tergesa-gesa, berdasarkan generalisasi yang terlampau cepat, sifat
berat sebelah, dan dibarengi proses simplifikasi (terlalu menyederhanakan)
terhadap sesuatu realita. Dalam kehidupan sehari-hari prasangka ini banyak
dimuati emosi-emosi atau unsure efektif yang kuat.
Tidak
sedikit orang yang mudah berprasangka, namun banyak juga orang-orang yang lebih
sukar berprasangka. Mengapa terjadi perbedaan cukup menyolok ? tampaknya
kepribadian dan inteligensi, juga factor lingkungan cukup berkaitan engan munculnya
prasangka. Orang yang berinteligensi tinggi, lebih sukar berprasangka, mengapa
? karena orang-orang macam ini berikap dan bersifat kritis. Prasangka bersumber
dari suatu sikap. Diskriminasi menunjukkan pada suatu tindakan. Dalam pergaulan
sehari-hari sikap prasangka dan diskriminasi seolah-olah menyatu, tak dapat
dipisahkan. Seseorang yagn mempunyai prasangka rasial, biasanya bertindak
diskriminasi terhadap ras yang diprasangkainya. Walaupun begitu, biasa saja
seseorang bertindak diskriminatof tanpa latar belakang prasangka. Demikian jgua
sebaliknya seseorang yang berprasangka dapat saja bertindak tidak
diskriminatif.
Sebab-sebab
timbulnya prasangka dan diskriminasi :
- berlatar belakang sejarah
- dilatar-belakangi oleh perkembangan sosio-kultural dan situasional
- bersumber dari factor kepribadian
- berlatang belakang perbedaan keyakinan, kepercayaan dan agama
Usaha-usaha
mengurangi/menghilangkan prasangka dan diskriminasi
- Perbaikan kondisi sosial ekonomi
- Perluasan kesempatan belajar
- Sikap terbuka dan sikap lapang
- Diskriminasi
Diskriminasi merujuk kepada pelayanan
yang tidak adil terhadap individu tertentu, di mana layanan ini dibuat
berdasarkan karakteristik yang diwakili oleh individu tersebut. Diskriminasi
merupakan suatu kejadian yang biasa dijumpai dalam masyarakat manusia, ini
disebabkan karena kecenderungan manusian untuk membeda-bedakan yang lain.
Ketika
seseorang diperlakukan secara tidak adil karena karakteristik suku,
antargolongan, kelamin, ras, agama dan kepercayaan, aliran politik, kondisi
fisik atau karateristik lain yang diduga merupakan dasar dari tindakan
diskriminasi.
Diskriminasi
langsung, terjadi
saat hukum, peraturan atau kebijakan jelas-jelas menyebutkan karakteristik
tertentu, seperti jenis kelamin, ras, dan sebagainya, dan menghambat adanya
peluang yang sama.
Diskriminasi
tidak langsung, terjadi
saat peraturan yang bersifat netral menjadi diskriminatif saat diterapkan di
lapangan.Diskriminasi ditempat kerja
Diskriminasi
dapat terjadi dalam berbagai macam bentuk:
- dari struktur upah,
- cara penerimaan karyawan,
- strategi yang diterapkan dalam kenaikan jabatan, atau
- kondisi kerja secara umum yang bersifat diskriminatif.
Diskriminasi
di tempat kerja berarti
mencegah seseorang memenuhi aspirasi profesional dan pribadinya tanpa
mengindahkan prestasi yang dimilikinya.
Teori
statistik diskriminasi berdasar pada pendapat bahwa perusahaan tidak dapat
mengontrol produktivitas pekerja secara individual. Alhasil, pengusaha
cenderung menyandarkan diri pada karakteristik-karakteristik kasat mata,
seperti ras atau jenis kelamin, sebagai indikator produktivitas, seringkali
diasumsikan anggota dari kelompok tertentu memiliki tingkat produktivitas lebih
rendah.
- Etnosentris
Etnosentrisme cenderung memandang rendah
orang-orang yang dianggap asing, etnosentrisme memandang dan mengukur budaya
asing dengan budayanya sendiri. “ ( The Random House Dictionary ).
Ada satu
suku Eskimo yang menyebut diri mereka suku Inuit yang berarti “penduduk sejati”
[Herbert, 1973, hal.2]. Sumner menyebutkan pandangan ini sebagai etnosentrisme,
yang secara formal didefinisikan sebagai “pandangan bahwa kelompoknya sendiri”
adalah pusat segalanya dan semua kelompok lain dibandingkan dan dinilai sesuai
dengan standar kelompok tadi [Sumner, 1906, hal.13]. Secara kurang formal
etnosentrisme adalah kebiasaan setiap kelompok untuk menganggap kebudayaan
kelompoknya sebagai kebudayaan yang paling baik.
Etnosentrisme
terjadi jika masing-masing budaya bersikukuh dengan identitasnya, menolak
bercampur dengan kebudayaan lain. Porter dan Samovar mendefinisikan
etnosentrisme seraya menuturkan, “Sumber utama perbedaan budaya dalam sikap
adalah etnosentrisme, yaitu kecenderungan memandang orang lain secara tidak
sadar dengan menggunakan kelompok kita sendiri dan kebiasaan kita sendiri
sebagai kriteria untuk penilaian. Makin besar kesamaan kita dengan mereka,
makin dekat mereka dengan kita; makin besar ketidaksamaan, makin jauh mereka
dari kita. Kita cenderung melihat kelompok kita, negeri kita, budaya kita
sendiri, sebagai yang paling baik, sebagai yang paling bermoral.”
Etnosentrisme membuat kebudayaan kita sebagai patokan untuk mengukur baik-buruknya kebudayaan lain dalam proporsi kemiripannya dengan budaya kita. Ini dinyatakaan dalam ungkapan : “orang-orang terpilih”, “progresif”, “ras yang unggul”, dan sebagainya. Biasanya kita cepat mengenali sifat etnosentris pada orang lain dan lambat mengenalinya pada diri sendiri.
Sebagian besar, meskipun tidak semuanya, kelompok dalam suatu masyarakat bersifat etnosentrisme. Semua kelompok merangsang pertumbuhan etnosentrisme, tetapi tidak semua anggota kelompok sama etnosentris. Sebagian dari kita adalah sangat etnosentris untuk mengimbangi kekurangan-kekurangan kita sendiri. Kadang-kadang dipercaya bahwa ilmu sosial telah membentuk kaitan erat antara pola kepribadian dan etnosentrisme.
Kecenderungan etnosentrisme berkaitan erat dengan kemampuan belajar dan berprestasi. Dalam buku The Authoritarian Personality, Adorno (1950) menemukan bahwa orang-orang etnosentris cenderung kurang terpelajar, kurang bergaul, dan pemeluk agama yang fanatik. Dalam pendekatan ini, etnosentrisme didefinisikan terutama sebagai kesetiaan yang kuat dan tanpa kritik pada kelompok etnis atau bangsa sendiri disertai prasangka terhadap kelompok etnis dan bangsa lain. Yang artinya orang yang etnosentris susah berasimilasi dengan bangsa lain, bahkan dalam proses belajar-mengajar.
Etnosentrisme akan terus marak apabila pemiliknya tidak mampu melihat human encounter sebagai peluang untuk saling belajar dan meningkatkan kecerdasan, yang selanjutnya bermuara pada prestasi. Sebaliknya, kelompok etnis yang mampu menggunakan perjumpaan mereka dengan kelompok-kelompok lain dengan sebaik-baiknya, di mana pun tempat terjadinya, justru akan makin meninggalkan etnosentrisme. Kelompok semacam itu mampu berprestasi dan menatap masa depan dengan cerah.
Etnosentrisme membuat kebudayaan kita sebagai patokan untuk mengukur baik-buruknya kebudayaan lain dalam proporsi kemiripannya dengan budaya kita. Ini dinyatakaan dalam ungkapan : “orang-orang terpilih”, “progresif”, “ras yang unggul”, dan sebagainya. Biasanya kita cepat mengenali sifat etnosentris pada orang lain dan lambat mengenalinya pada diri sendiri.
Sebagian besar, meskipun tidak semuanya, kelompok dalam suatu masyarakat bersifat etnosentrisme. Semua kelompok merangsang pertumbuhan etnosentrisme, tetapi tidak semua anggota kelompok sama etnosentris. Sebagian dari kita adalah sangat etnosentris untuk mengimbangi kekurangan-kekurangan kita sendiri. Kadang-kadang dipercaya bahwa ilmu sosial telah membentuk kaitan erat antara pola kepribadian dan etnosentrisme.
Kecenderungan etnosentrisme berkaitan erat dengan kemampuan belajar dan berprestasi. Dalam buku The Authoritarian Personality, Adorno (1950) menemukan bahwa orang-orang etnosentris cenderung kurang terpelajar, kurang bergaul, dan pemeluk agama yang fanatik. Dalam pendekatan ini, etnosentrisme didefinisikan terutama sebagai kesetiaan yang kuat dan tanpa kritik pada kelompok etnis atau bangsa sendiri disertai prasangka terhadap kelompok etnis dan bangsa lain. Yang artinya orang yang etnosentris susah berasimilasi dengan bangsa lain, bahkan dalam proses belajar-mengajar.
Etnosentrisme akan terus marak apabila pemiliknya tidak mampu melihat human encounter sebagai peluang untuk saling belajar dan meningkatkan kecerdasan, yang selanjutnya bermuara pada prestasi. Sebaliknya, kelompok etnis yang mampu menggunakan perjumpaan mereka dengan kelompok-kelompok lain dengan sebaik-baiknya, di mana pun tempat terjadinya, justru akan makin meninggalkan etnosentrisme. Kelompok semacam itu mampu berprestasi dan menatap masa depan dengan cerah.
Etnosentrisme
mungkin memiliki daya tarik karena faham tersebut mengukuhkan kembali
“keanggotaan” seseorang dalam kelompok sambil memberikan penjelasan sederhana
yang cukup menyenangkan tentang gejala sosial yang pelik. Kalangan kolot, yang
terasing dari masyarakat, yang kurang berpendidikan, dan yang secara politis
konservatif bisa saja bersikap etnosentris, tetapi juga kaum muda, kaum yang
berpendidikan baik, yang bepergian jauh, yang berhaluan politik “kiri” dan yang
kaya [Ray, 1971; Wilson et al, 1976]. Masih dapat diperdebatkan apakah ada
suatu variasi yang signifikan, berdasarkan latar belakang sosial atau jenis kepribadian,
dalam kadar etnosentris seseorang.
3. Pertentangan & Ketegangan dalam Masyarakat
Pertentangan Sosial
Pertentangan sosial di dalam
masyarakat merupakan salah satu konflik yang biasanya timbul dari berbagai
faktor-faktor sosial yang ada di dalam masyarakat itu sendiri. Pertentangan
sosial ataupun konflik adalah salah satu konsekuensi dari adanya
perbedaan-perbedaan dan tindakan yang menyimpang dari norma-norma yang berlaku
di dalam masyarakat misalnya peluang hidup, gengsi, hak istimewa, dan gaya
hidup.
Konflik (Pertentangan) cenderung
menimbulkan respon-respon yang bernada ketakutan atau kebencian. Konflik dapat
memberikan akibat yang merusak terhadap diri seseorang, anggota kelompok.
Konflik dapat mengakibatkan kekuatan yang konstruktif dalam hubungan kelompok.
Ada 3 elemen dasar yang
merupakan ciri-ciri dari situasi konflik:
1. Terdapat 2 atau lebih
unit-unit atau bagian-bagian yang terlibat konflik.
2. Unit tersebut mempunyai
perbedaan yang tajam (kebutuhan, tujuan, masalah, nilai, sikap dan gagasan).
3. Terdapat interaksi diantara
bagian-bagian yang mempunyai perbedaan tersebut.Terjadinya konflik bisa pada
didalam diri seseorang, didalam kelompok dan didalam masyarakat.
Salah satu contoh integrasi dan
pertentangan sosial adalah kasus Mesuji yang terjadi di lampung, kekerasan yang
terjadi akhir-akhir ini di Indonesia membuktikan suhu politik yang makin
memanas serta kesejahteraan yang tidak dirasakan oleh rakyat.
4.
Golongan-golongan yang Berbeda
& Integrasi Sosial
Integrasi Masyarakat
Integrasi berasal dari
bahasa inggris “integration” yang berarti kesempurnaan atau keseluruhan.
integrasi sosial dimaknai sebagai proses penyesuaian di antara unsur-unsur yang
saling berbeda dalam kehidupan masyarakat sehingga menghasilkan pola kehidupan
masyarakat yang memilki keserasian fungsi.
Definisi lain mengenai
integrasi adalah suatu keadaan di mana kelompok-kelompok etnik beradaptasi dan
bersikap komformitas terhadap kebudayaan mayoritas masyarakat, namun masih
tetap mempertahankan kebudayaan mereka masing-masing. Integrasi memiliki 2
pengertian, yaitu :
1. Pengendalian terhadap
konflik dan penyimpangan sosial dalam suatu sistem sosial tertentu
2. Membuat suatu keseluruhan dan
menyatukan unsur-unsur tertentu.
Masyarakat Indonesia digolongkan
sebagai masyarakat majemuk yang terdiri dari berbagai suku bangsa dan golongan
sosial yang dipersatukan oleh kesatuan nasional yang berwujudkan Negara Indonesia.
Masyarakat majemuk dipersatukan oleh sistem nasional yang mengintegrasikannya
melalui jaringan-jaringan pemerintahan, politik, ekonomi, dan sosial.
Aspek-aspek dari kemasyarakatan tersebut, yaitu Suku Bangsa dan Kebudayaan,
Agama, Bahasa, Nasional Indonesia.
Masalah besar yang dihadapi
Indonesia setelah merdeka adalah integrasi diantara masyarakat yang majemuk.
Integrasi bukan peleburan, tetapi keserasian persatuan. Masyarakat majemuk
tetap berada pada kemajemukkannya, mereka dapat hidup serasi berdampingan
(Bhineka Tunggal Ika), berbeda-beda tetapi merupakan kesatuan. Adapun hal-hal
yang dapat menjadi penghambat dalam integrasi:
Tuntutan penguasaan atas
wilayah-wilayah yang dianggap sebagai miliknya
Isu asli tidak asli, berkaitan
dengan perbedaan kehidupan ekonomi antar warga negara Indonesia asli dengan
keturunan (Tionghoa,arab)
Agama, sentimen agama dapat
digerakkan untuk mempertajam perbedaan kesukuan
Prasangka yang merupakan sikap
permusuhan terhadap seseorang anggota golongan tertentu
Sedangkan yang disebut integrasi
sosial adalah jika yang dikendalikan, disatukan, atau dikaitkan satu sama lain
itu adalah unsur-unsur sosial atau kemasyarakatan. Suatu integrasi sosial di
perlukan agar masyarakat tidak bubar meskipun menghadapi berbagai tantangan,
baik merupa tantangan fisik maupun konflik yang terjadi secara sosial budaya.
Integrasi Sosial adalah
merupakan proses penyesuaian unsur-unsur yang berbeda dalam masyarakat menjadi
satu kesatuan. Unsur yang berbeda tersebut meliputi perbedaan kedudukan
sosial,ras, etnik, agama, bahasa, nilai, dan norma. Syarat terjadinya integrasi
sosial antara lain:
Anggota masyarakat merasa bahwa
mereka berhasil saling mengisi kebutuhan mereka
Masyarakat berhasil menciptakan
kesepakatan bersama mengenai norma dan nilai sosial yang dilestarikan dan
dijadikan pedoman
Nilai dan norma berlaku lama dan
tidak berubah serta dijalankan secara konsisten
Penganut konflik berpendapat
bahwa masyarakat terintegtrasi atas paksaan dan karena adanya saling
ketergantungan di antara berbagai kelompok. Integrasi sosial akan terbentuk
apabila sebagian besar masyarakat memiliki kesepakatan tentang batas-batas
teritorial, nilai-nilai, norma-norma, dan pranata-pranata sosial.
A. Faktor Internal :
kesadaran diri sebagai
makhluk sosial
tuntutan kebutuhan
jiwa dan semangat gotong royong
B. Faktor External :
tuntutan perkembangan zaman
persamaan kebudayaan
terbukanya kesempatan
berpartisipasi dalam kehidupan bersama
persaman visi, misi, dan tujuan
sikap toleransi
adanya kosensus nilai
adanya tantangan dari luar
5.
Tentang Integrasi Nasional
Integrasi Nasional adalah
penyatuan bagian-bagian yang berbeda dari suatu masyarakat menjadi suatu
keseluruhan yang lebih utuh atau memadukan masyarakat-masyarakat kecil yang banyak
jumlahnya menjadi suatu bangsa. Selain itu dapat pula diartikan bahwa integrasi
bangsa merupakan kemampuan pemerintah yang semakin meningkat untuk menerapkan
kekuasaannya di seluruh wilayah (Mahfud MD, 1993: 71).
- Integrasi tidak sama dengan
pembauran atau asimilasi.
- Integrasi diartikan integrasi
kebudayaan, integrasi sosial, dan pluralisme sosial.
- Pembauran dapat berarti
asimilasi dan amalganasi.
- Integrasi kebudayaan berarti
penyesuaian antar dua atau lebih kebudayaan mengenai berapa unsur kebudayaan
(cultural traits) mereka, yang berbeda atau bertentangan, agar dapat dibentuk
menjadi suatu sistem kebudayaan yang selaras (harmonis).
- Melalui difusi (penyebaran), di
mana-mana unsur kebudayaan baru diserap ke dalam suatu kebudayaan yang berada
dalam keadaan konflik dengan unsur kebudayaan tradisional tertentu.
Analisis
Kesimpulan
Pada
kenyataanya,individu menunjukan ketidak mampuan ideologi dalam mewujudkan suatu
idealisme yang dapat melahirkan kondisi disintegrasi/konflik,yaitu seperti
adanya jarak yang terlalu besar antara harapan dan kenyataan.
Referensi
Sumber